Fikih Transaksi Ijarah (Sewa Menyewa) (Bag. 8)
Pada pembahasan sebelumnya, telah disebutkan tentang ketentuan dan poin-poin sewa menyewa jasa yang bersifat khusus. Pada pembahasan kali ini, akan berfokus pada jenis-jenis keadaan sewa menyewa jasa yang bersifat khusus.
Tentunya, jenis-jenis sewa menyewa jasa yang bersifat khusus sangat banyak ragamnya dan bermacam-macam. Terlebih zaman dan teknologi semakin berkembang. Sehingga perlu untuk mengetahui apa saja jenis-jenis keadaan sewa menyewa tersebut. Berikut ini adalah jenis-jenis keadaannya.
Sewa menyewa jasa untuk hal yang haram [1]
Tidak boleh hukumnya menyediakan atau menyewa jasa yang digunakan untuk hal-hal yang haram. Seperti menyewa orang untuk berzina, bernyanyi, berjoget, perdukunan, dan lain sebagainya.
Akad yang seperti ini adalah akad yang bathil. Bahkan, tidak berhak untuk mendapatkan upahnya, karena hal ini termasuk memakan harta manusia dengan cara yang bathil. Tentunya, hal ini adalah hal yang terlarang, karena manfaat yang diperoleh adalah manfaat yang dilarang oleh syari’at.
Termasuk dalam pembahasan ini, jumhur ulama berpendapat tidak boleh pula untuk melakukan akad sewa menyewa terhadap suatu perbuatan yang pada asalnya mubah. Namun, perkara mubah ini menyeret kepada perkara yang haram. Seperti, menyewa seorang penulis untuk menuliskan lagu-lagu dan nyanyian-nyanyian atau menyewa orang yang membawakan khamr untuk peminumnya.
Kalau dilihat dari pekerjaan di atas, tidak ada permasalahan karena hukumnya mubah. Namun, dikarenakan pekerjaan itu diperuntukkan untuk sesuatu yang haram, maka haram pula harta yang dihasilkan dari pekerjaan tersebut dan haram pula menyewanya. Para ulama menyebutkan kaidah-kaidah terkait hal ini, di antaranya;
وَسَائِلُ الأْمُوْرِ كَالمَقَاصِدِ
وَاحْكُمْ بِهَذَا الحُكْمِ لِلزَّوَائِدِ
“Hukum suatu perantara memiliki hukum yang sama seperti tujuannya.
Dan tetapkanlah hukum ini terhadap hal-hal yang mengikuti (tambahan-tambahan).” [2]
Kaidah ini sangat jelas, menunjukkan bahwa hukum suatu perantara itu mengikuti tujuannya. Jika tujuannya mubah, maka hukum dari perantara tersebut mubah. Jika tujuannya haram, maka hukum perantara tersebut adalah haram.
Simaklah kaidah-kaidah di bawah ini,
كُلُّ وَسِيْلَةٍ إِلَى حَرَامٍ فَهُوَ حَرَامٌ
“Setiap perantara untuk melakukan keharaman, maka hukumnya haram.”
Dalam kaidah yang lain, juga disebutkan,
الوَسَائِلُ لَهَا أَحْكَامُ المَقَاصِدِ
“Setiap perantara, maka terkena hukum dari tujuannya.”
Terkait dengan hal ini, Allah Ta’ala berfirman,
وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوٰىۖ وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۖوَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ
“Tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat berat siksaan-Nya.” (QS. Al-Maidah: 2)
Dalam hadis ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
لَعَنَ اللَّهُ الْخَمْرَ وَشَارِبَهَا وَسَاقِيَهَا وَبَائِعَهَا وَمُبْتَاعَهَا وَعَاصِرَهَا وَمُعْتَصِرَهَا وَحَامِلَهَا وَالْمَحْمُولَةَ إِلَيْهِ
“Allah melaknat khamr, peminumnya, yang menuangkannya, penjualnya, pembelinya, pemerasnya, orang yang minta diperaskan, orang yang membawanya, dan orang yang dibawakan kepadanya.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
Jelas pada hadis di atas, menjelaskan bahwasanya Allah Ta’ala melaknat pula selain peminum khamr. Karena merekalah yang menjadi sebab diminumnya keharaman itu.
Terdapat faedah penting dari pembahasan ini,
Pertama, terkait dengan pekerjaan membawa khamr. Maka, bagi penyewanya tetap harus membayarkan upahnya. Karena terkadang pada pekerjaan itu terdapat suatu manfaat yang jelas dan berhak baginya untuk mendapatkan upah, mengingat pekerjaan itu yang tidak haram pada zatnya. Namun, ia haram karena maksud dari penyewanya.
Berbeda halnya jika seseorang menyewa pelacur, seseorang untuk melakukan liwath (homoseks), membunuh, mencuri, dan lain sebagainya. Karena pekerjaan yang dilakukan sudah jelas-jelas haram. Jelas pekerjaan-pekerjaan itu haram bukan karena maksud dari penyewanya. Sehingga tidak boleh untuk memberikan mereka upah.
Dalam hadis Abu Mas’ud Al-Anshary radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ ثَمَنِ الْكَلْبِ وَمَهْرِ الْبَغِيِّ وَحُلْوَانِ الْكَاهِنِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang uang hasil jual beli anjing, mahar seorang pezina, dan upah bayaran dukun.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Kedua, berdasarkan penjelasan di atas, yakni tidak bolehnya bekerja atau menyewa pekerja untuk membawakan khamr untuk diminum. Maka, jika bekerja atau menyewa pekerja untuk menumpahkan dan merusaknya, boleh hukumnya. Karena hal ini termasuk menyewa untuk melakukan hal yang wajib.
Inilah terkait jenis keadaan-keadaan yang haram untuk menggunakan jasa sewa menyewa dan juga terkait dengan wasilah (perantara). Silahkan qiyas-kan perkara ini kepada pekerjaan atau jasa sewa menyewa yang lainnya.
Sama halnya seperti riba. Tentunya segala wasilah (perantara) yang mengantarkan kepada perbuatan riba adalah haram. Perhatikanlah hadis dari Jabir bin ‘Abdillah radiyallahu ‘anhu,
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat pemakan riba (rentenir), penyetor riba (nasabah yang meminjam), penulis transaksi riba (sekretaris), dan dua saksi yang menyaksikan transaksi riba.” Kata beliau, “Semuanya sama (dalam dosa).” (HR. Muslim)
Disamakannya pada transaksi riba antara seorang penulis dan saksi dengan pemakan riba, karena mereka saling menolong dan membantu dalam berbuat dosa. Maka, hendaknya seorang muslim berhati-hati terhadap perkara yang sifatnya wasilah (perantara) yang mubah. Namun, ia bisa menjerumuskan ketika mengantarkan kepada keharaman.
Semoga Allah Ta’ala menjaga kita semua dari perkara-perkara yang Allah dan Rasul-Nya telah melarangnya. Wallahu a’lam.
[Bersambung]
***
Depok, 15 Rajab 1446/ 14 Januari 2024
Penulis: Zia Abdurrofi
Artikel asli: https://muslim.or.id/103025-fikih-transaksi-ijarah-sewa-menyewa-bag-8.html